Harapan  keberhasilan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk DKI Jaya

Harapan  keberhasilan Pembatasan Sosial Bersekla Besar untuk DKI Jaya

 

Saat ini Menkes sudah mengeluarkan  Peraturan Menteri Kesehatan nomor 9 tahun 2020 tentang   persetujuan  Pembatasan Sosial Bersakla Besar (PSBB) untuk ibu kota Jakarta. Hal ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah RI nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (Covid 19).  Semangat dari PP ini adalah dilakukan pembatasan sosial sehingga dapat mencegah penyebaran covid-19 ini .  Untuk melaksanakan PSBB ini pemerintah daerah harus mendapat izin dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah  di bidang Kesehatan. Gubernur Anis Baswedan yang memang dari awal paling menkhawatirkan penyebaran virus covid-19 ini segera membuat permintaan kepada kementerian kesehatan agar dapat menerapkan PSBB untuk propinsi DKI Jaya.  Permenkes nomor 9 tahun 2020 diteken pada 3 April 2020 yang berisi 19 pasal. Provinsi DKI Jaya sebagai episentrum utama penyebaran kasus covid-19 di Indonesia dengan jumlah kasus dan jumlah kematian yang meningkat signifikan menjadi prioritas utama penerapan PSBB. 

 

Buat masyarakat awam PSBB sendiri memang suatu yang baru dan juga belum jelas bagaimana implementasinya di lapangan. Dalam permenkes nomor 9 tahun 2020 pasal 13 disebutkan bahwa PSBB meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. Sebagian besar pembatasan ini sudah dilaksanakan mengikuti anjuran pemerintah untuk belajar dari rumah, bekerja dari rumah dan beribadah di rumah. Walau pada sebagian masyarakat dengan berbagai alas an tidak bisa melaksanakan ini secara optimal. 

 

Buat kami para dokter dan petugas kesehatan berharap aturan PSBB akan lebih membatasi pergerakan masyarakat di luar. Kita mengetahui bahwa, saat ini physical distancing yang dilakukan oleh masyarakat belum optimal mengingat jumlah kasus yang terus meningkat dan jumlah sudah menembus 2000 kasus dengan kematian juga lebih dari 200. Khusus untuk Jakarta jumlah peningkatan kasus mencapai 100 kasus per hari. Selain itu RS rujukan sudah dipenuhi pasien-pasien  suspect Covid-19 atau sudah terkonfirmasi covid-19. Setiap hari kita mendengar dokter menghebuskan nafas terakhir karena  terinfeksi oleh Covid-19 ini. Ketersediaan alat pelindung diri juga semakin menipis. Dari sudut sarana prasarana untuk diagnosis ternyata juga swab untuk tenggorakan juga semakin terbatas. Begitu pula media untuk sampel serta reagen untuk mengekstrasi RNA maupun running RT PCR pemeriksaan molekuler untuk diagnosis pasti dan konfirmasi bahwa seseorang tersebut terinfeksi dengan virus covid19 atau tidak. . Artinya berbagai  sarasa prasarana dan sumber daya manusia khususnya tenaga kesehatan juga terbatas. Belum lagi bicara keterbatasan ventilator yang memang dibutuhkan saat pasien covid-19 mengalami gagal nafas dengan peradangan paru yang luas sehingga memang membutuhkan ventilator untuk mengganti kerja paru sementara karena memang sedang terinfeksi luas.  Kalau kondisi pergerakan manusia tidak dibatasi memang jumlah kasus yang terkonfirmasi juga terus meningkat secara eksponensial. Oleh karena itu mata rantai penularan harus diputus. 

 

Ari Fahrial Syam

 

Guru besar dan Dekan FKUI