Pentingnya Uji klinis di zaman Now

Saat ini era pelayanan kesehatan sudah memasuki era pelayanan kesehatan modern. Mendapatkan  akreditasi  baik nasional maupun internasional menjadi persyaratan untuk sebuah rumah sakit. Inti utama yang menjadi tujuan dari akreditasi baik nasional maupun internasional adalah keselamatan pasien. Salah satu hal yang dituntut agar keselamatan pasien dapat terwujud adalah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan harus bekerja berdasarkan kedokteran berbasis bukti atau evidence based medicine (EBM). 

Saat inipun kurikulum pendidikan kedokteran sudah menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Selama menjalani pendidikan kedokteran, mahasiswa kedokteran mendapatkan modul  pendidikan mengenai EBM. Mereka mempraktekan dan mendapatkan tugas bagaimana menyusun EBM. Tentu setelah para dokter ini bekerja sebagai  dokter konsep EBM terus melekat pada diri mereka  sebagai seorang praktisi klinis. EBM tidak mengikat seorang praktisi bekerja  sebagai dokter yang sudah dipasangi kaca mata kuda, dokter  tetap mandiri dalam menentukan pilihan pemeriksaan pendukung membuat diagnosis atau keputusan terapi tetapi tentu berdasarkan EBM yang ada. Disisi lain para dokter tetap diminta untuk melakukan inovasi-inovasi  dalam melakukan terobosan untuk  praktek kliniknya. Tetapi mereka juga paham bahwa dalam melakukan inovasi baru tersebut ada aturan dan pakem yang harus dilalui. Dalam bekerja di RS ada komite etik dan komite medik yang menjaga agara dokter dalam melakukn penelitian dan pelayanan kesehatan harus menjunjung tinggi keselamatan. Jika berencana melakukan penelitian atau membuat   inovasi  dan terobosan baru dalam membuat diagnosis atau terapi tentu segala sesuatunya harus melalui proses penelitian atau uji klinik. Sebelum memulai proses penelitian maka proposal harus lolos komite etik terlebih dahulu. Setelah proposal lolos kaji etik atau ethical clearance maka barulah penelitian dapat dilakukan. Dalam melakukan penelitian atau uji klinik, juga harus memahami good clinical practice (GCP). Uji klinik diberbagai negara juga diminta untuk mengikuti kode etik penelitian internasional. Di dalam melakukan uji klinik tentang suatu pengobatan ada 4 tahapan klinis yang harus dilalui bahkan untuk obat tertentu proses penelitian tersebut harus melalui uji pra klinik terlebih dahulu. Uji klinik yang baik dan sahih harus dilakukan secara randomisasi dan blinding atau kita kenal dengan istilah penelitian  secara acak dan tersamar ganda (Randomized controlled trial).  

Pada kesempatan ini  saya ingin juga mengingatkan teman sejawat saya kembali bahwa 4 tahap uji klinik yang harus dilalui antara lain fase pertama yang dilakukan pada kelompok kecil manusia dan biasanya orang sehat. Fase pertama ini bertujuan untuk menilai bahwa pengobatan baru  yang diberikan ini memang tidak menimbulkan isu keamanan dan keselamatan pasien. Jika fase pertama dilalui penelitian masuk pada uji klinik fase 2 pengujian dilakukan pada kelompok manusia yang lebih besar dan biasanya pada kelompok pasien yang menjadi indikasi atau target pengobatan baru atau metode baru tersebut. Pada fase ini efektifitas dan dosis yang tepat akan diuji. Setelah uji klinis fase 2 ini lolos maka uji klinis ini bisa lanjut pada uji klinis fase 3. Pada uji klinis fase 3 ini  maka penelitin akan melalui pengujian dengan jumlah sampel  yang  lebih besar, bisa melibatkan ratusan subjek penelitian dan dilalukan secara multi sentre baik antar senter pendidikan dalam satu negara bahkan bisa penilitian multi sentre lintas negara. Jika fase 3 dilalui maka obat atau metode baru  ini siap untuk dipasarkan. Fase 4 tentu fase setelah obat ini dipasarkan. Didalam perjalanan uji klinik tersebut, bisa saja terjadi penghentian uji klinik kalau memang didapat proses-proses yang menunjukan bahwa ada isu keselamatan pasien  yang muncul. Bahkan di fase  4 pun ternyata setelah beredar luas di masyarakat ternyata obat tersebut menyebabkan efek samping pada  jantung misalnya  maka obat tersebut dapat ditarik dari pasaran.  Saya ingat bahwa pada saat RSCM dilakukan survey Joint Commission International  (JCI) proses penelitian yang sedang dilakukan di RSCM menjadi sorotan, para surveyor yang sebagian besar dari Amerika  memastikan bahwa dalam proses penelitian yang terjadi keselamatan pasien yang manjadi hal-hal yang utama. Pasien yang sedang menjadi subjek penelitian tidak boleh dikenakan biaya bahkan berbagai efek samping yang timbul dalam proses penelitian tersebut menjadi tanggung jawab peneliti atau sponsor dari penelitian tersebut.  Bahkan setelah obat atau metode tersebut masuk fase 4, obat tersebut bisa ditarik atau metode tersebut tidak digunakan lagi kalau memang ditemukan  metode yang lebih efektif dan efisien yang dapat menggantikan metode yang telah dipasarkan tersebut. Uji klinik ini seharusnya telah dipahami dengan baik dan saat ini para mahasiswa kedokteran juga mendapatkan modul tentang EBM dan modul penelitian.

Uji klinik yang sesuai dengan GCP bukan sesuatu penghalang bahkan sebaliknya menjadi tantangan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu untuk menuju kemandirian bangsa, semua anak bangsa harus dirangsang untuk melakukan terobosan dan inovasi. Inovasi yang  baik dan unggul  yang bisa memperkaya khasanah pengobatan modern merupakan suatu produk anak bangsa yang pasti membanggakan dan membuat kita menjadi mandiri. Tetapi tentu inovasi yang dihasikan harus melalui proses uji klinis yang saat ini aturan-aturannya sudah jelas. Apalagi saat ini peneliti disyaratkan untuk mempunyai sertifikat GCP sebelum memulai  melakukan penelitian klinisnya. Saat uji klinis  tersebut belum tuntas sampai fase uji klinis 3,  memang kita harus maklum bahwa ada kode  etik yang harus  kita taati  yang  tidak memperbolehkan kita  melakukan promosi bahkan menarik biaya untuk pasien2 yang sedang memasuki fase uji klinik 2 dan 3. Aturan yang ada bukan merupakan penghambat bahkan sebaliknya aturan yang ada menjadi pedoman agar uji klinik dapat dilakukan secara optimal dan berhasil guna.

Masyarakatpun harus cerdas saat menjadi pasien apakah metode yang ditawarkan sudah melalui uji klinik yang baik atau tidak. Apakah mereka hanya mendapat informasi melalui testimoni atau memang tahu bahwa metode baru pengobatan yang diberikan sudah menjadi standar pengobatan. Tanyakan  kepada dokter yang anda kenal baik untuk suatu inovasi baru yang ditawarkan. Karena di era tehnologi informasi saat ini segala sesuatunya mudah untuk diakses. Dengan semakin kritisnya pasien akan membuat para praktisi klinis juga akan bekerja lebih baik sesuatu aturan yang berlaku. 

Dr.Ari Fahrial Syam

Peneliti dan Praktis Kesehatan

Dekan FKUI

NB OPINI pada Media Indonesia 21 April 2018

Pentingnya Uji Klinik di Zaman Now